Menjadi Significant Other

Saya terpantik untuk membuat tulisan ini sesaat setelah saya menonton presentasi pak Suyanto, tentang Artificial Intelligence di salah satu kegiatan Tedx. Sebenarnya bukan disebabkan presentasi beliau tentang kecerdasan buatan, tapi lebih karena kisah Pak Suyanto yang beliau sampaikan di tengah presentasi tersebut.

Beliau bercerita tentang seorang mahasiswanya yang berhasil membuat karya yang mengagumkan bahkan bagi ilmuwan luar negeri. Salah satu hal yang mempengaruhi pencapaian mahasiswa tersebut adalah support dari sang dosen.

"mahasiswa itu adalah resource yang luar biasa, dan tugas saya hanyalah sedikit saja membangkitkan semangat mereka dengan kata-kata positif. Dan itu hasilnya sungguh luar biasa. Saya saja heran, saya sebenarnya pernah mengucapkan apa kepada kalian (mahasiswa)" kata pak Suyanto.

Dari situ ingatan saya beranjak pada kampus saya sendiri, lalu mundur lebih jauh lagi saat pertama kali saya mengikuti proses belajar mengajar di semester satu.

Kala itu, saya begitu antusias dengan mata kuliah pertama yang akan saya ikuti, Psikologi Umum. Selain karena rasa penasaran, juga karena sebelumnya saya telah membuat makalah mengenai Psikologi, khususnya Psikologi Islam. Ya, saya sudah membuat makalah sebelum dosen menugaskannya. Bahkan dengan tema Psikologi Islam yang baru akan kami dapatkan di semester 6 perkuliahan.

Saya membayangkan, saya bisa memberikan kesan pada dosen saya bahwa saya sangat antusias dan ingin tahu lebih banyak mengenai topik Psikologi. Saya juga telah membaca beberapa buku terkait Psikologi termasuk karya Prof Malik Badri.

Makalah tentang Psikologi shalat itu pun saya simpan menunggu kelas berakhir. Dan kala saatnya tiba, saya mendekati dosen dan sedikit berlari mengejarnya. Mencoba memastikan pemahaman saya mengenai penjelasannya di kelas beberapa saat tadi. Ia lalu menjawab pertanyaan saya dengan kalimat singkat, menoleh sedikit dengan tatapan tidak tertarik (bahkan tidak menghentikan jalannya sama sekali), lalu pergi meninggalkan saya yang masih dipenuhi rasa penasaran, dan makalah yang belum saya serahkan untuk sekedar mengetahui komentarnya. Saat itu, ekspektasi saya kepada seorang pengajar seketika menurun walaupun tidak sepenuhnya. Namun seiring berjalannya waktu, bahkan keinginan untuk bertukar pikiran dengan para pengajar itu hampir tidak ada.

Saya merasa mereka terkurung dengan superioritasnya sebagai seorang pengajar 'yang lebih tahu', walaupun di kelas  mengaku menerapkan metode konstruktivis dan berharap muncul dialog dua arah dari mahasiswa. Atau sebagian akan berkilah bahwa di bangku kuliah mahasiswa lah yang harus lebih pro aktif karena mereka hanya akan mendapatkan 30 persen dari ilmu yang ada.

Padahal sayang sekali, jika peran mereka hanya difungsikan sebagai penyampai informasi. Walaupun tidak harus menjadi mursyid bagi puluhan mahasiswanya, setidaknya banyak pengajar bisa bersikap seperti pak Suyanto, memotivasi, memberi reward, demi menstimulus berkembangnya potensi para mahasiswa.

Saya merasa sebagai salah seorang yang dapat berkembang dengan pemantik dari orang lain. Saya pernah menjadi juara umum karena seorang guru yang menerapkan disiplin dan melarang saya bermalas-malasan, yang ia katakan adalah kami (saya dan teman-teman) bisa, lalu kami benar-benar bisa. Dan banyak lagi pengalaman di mana kepercayaan dari orang lain membuat saya merasa lebih memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu. saya yakin ada kalanya kamu pun seperti itu.

Tetapi, meskipun semua sudah tau idealnya peran pengajar, tetap saja, bagaimana mereka bersikap adalah pilihan masing-masing orang. Pengajar muda dari Indonesia mengajar tidak akan istimewa kehadirannya tanpa mereka datang dengan membawa ketulusan dan totalitasnya sebagai pengajar: memberi, mengarahkan, dan yang paling penting, menginspirasi. Yang terakhir ini hanya segelintir yang mampu melakukannya, bahkan beberapa memillih menjadi dosen yang "disegani" karena senang memberi nilai C dan susah ditemui.

Di akhir, saya ingin akan katakan bahwa tidak fair jika hanya mengkritik sebagian orang dan menunggu uluran tangan mereka kepada kita untuk berkembang. Kata orang bijak, jika kau sadari sekitarmu gelap, mungkin saja kaulah lilin itu. Meski mungkin kamu, seperti halnya saya pernah dikecewakan oleh orang yang saya harapkan membantu saya untuk "bertumbuh", tapi pengalaman tersebut harusnya menjadikan kamu memiliki keinginan untuk bersikap sebaliknya. kamu bisa menjadi lilin bagi ruang gelap orang lain: menjadi inspirator, coach, mentor, guru, atau peran signifikan lain yang berpengaruh positif bagi hidup mereka

Brian Mayne menulis, "kita semua mampu mempertahankan apa yang kita yakini dengan begitu membuat perbedaan. Bahkan mereka yang mengawali hidupnya dalam kondisi terburuk bisa menemukan nilai atau makna dalam pengalaman hidup mereka dan menemukan jalan mereka sendiri dengan berbagi sukses mereka"

"mereka adalah orang-orang yang telah membentuk dan memengaruhi hidup kita dengan merengkuh dan menyentuh kita. Dan setiap orang bisa menjadi salah satu dari orang-orang itu bagi yang lain. Itu adalah pilihan kita"


Wallahu a'lam

1 comment

Blogger news

Blogroll